A.
PENYUASIAN
DIRI DAN PERTUMBUHAN
1)
PENYESUAIAN
DIRI
Manusia
sejatinya dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang membuatnya harus
bisa dapat menyesuaikan diri, manusia pada awalnya melakukan penyesuaian fisiologis
tetapi dengan seiringnya berkembangnya manusia, manusia tidak hanya harus
bisa beradaptasi dengan lingkungan saja atau fisiologisnya saja tapi harus bisa
menyesuaikan diri secara psikologis.
Penyesuain diri
dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal
adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari
tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation),
penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian
diri sebagai usaha penguasaan (mastery).
Pada mulanya
penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi ( adaptation ), padahal
adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah kepada penyesuaian diri dalam arti
fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang
terbiasa dengan lingkungan yang sepi seperti di perkampungan dan udara yang
sejuk terus pindah ke tempat ramai seperti perkotaan dengan udara yang panas
maka seseorang harus bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya.
Ada juga
penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas
terhadap suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak
membawa akibat lain. Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha
konformitas, menyiratkan bahwa di sana individu seakan-akan mendapat tekanan
kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku,
baik secara moral, sosial, maupun emosional.
Sudut pandang
berikutnya adalah bahwa penyesuaian diri dimaknai sebagai usaha penguasaan ( mastery
), yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan respons dalam
cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan, dan frustrasi tidak
terjadi.
Proses
penyesuaian diri pada manusia tidaklah mudah. Hal ini karena didalam
kehidupannya manusia terus dihadapkan pada pola-pola kehidupan baru dan
harapan-harapan sosial baru. Periode penyesuaian diri ini merupakan suatu
periode khusus dan sulit dari rentang hidup manusia. Manusia diharapkan mampu
memainkan peran-peran sosial baru, mengembangkan sikap-sikap sosial baru dan
nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru yang dihadapi (Hurlock,1980).
Manusia yang
dapat menyesuaikan diri dengan baik (good adjustment) adalah apabila
seseorang menampilkan respon yang matang, efisien, memuaskan, dan wholesome.
Yang dimaksud dengan respon yang efisien adalah respon yang hasilnya sesuai
dengan harapan tanpa membuang banyak energi, waktu atau sejumlah kesalahan. Wholesome
maksudnya adalah respon yang ditampilkan adalah sesuai dengan kodrat manusia,
dalam hubungannya dengan sesama manusia, dan hubungannya dengan Tuhan. Manusia
yang dapat menyesuaikan diri dengan baik maka hidupnya akan harmonis dan jauh
dari penyimpangan-penyimpangan begitu juga sebaliknya apabila seseorang
mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri mereka akan mengalami maladjustment
yang ditandai dengan penyimpangan atau perilaku yang menyimpang yang tidak
berlaku di lingkungan tersebut.
Penyesuaian diri
bersifat relatif, karena tidak ada orang yang mampu menyesuaikan diri secara
sempurna. Alasan pertama penyesuaian diri bersifat relatif adalah melibatkan
kapasitas atau kemampuan seseorang dalam beradaptasi baik dari dalam maupun
dengan lingkungan. Kapasitas ini bervariasi antara yang satu dengan yang
lainnya, karena berkaitan dengan kepribadian dan tingkat perkembangan
seseorang. Kedua adalah karena adanya perbedaan kualitas penyesuaian diri
antara satu masyarakat atau budaya dengan masyarakat atau budaya lainnya. Dan
terakhir adalah karena adanya perbedaan-perbedaan pada setiap individu, setiap
orang mengalami masa naik dan turun dalam penyesuaian diri.
Aspek-aspek
Penyesuaian Diri
Pada penyesuaian
diri ada dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial seperti
yang akan di jelaskan di bawah ini.
1.
Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian
pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga
tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya.
Pada penyesuain ini seseorang menyadari siapa dirinya, apa kelebihan dan
kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya
tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa
benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, kecewa, atau tidak percaya pada
kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan adanya perasaan yang
tenang tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah,
rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang
dialaminya.
Sebaliknya
kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan,
ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya dan dapat berdampak
negative atau perilaku yang menyimpang.
2.
Penyesuaian Sosial
Setiap iindividu
hidup di dalam lingkup sosial. Di dalam lingkup sosial (masyarakat) terjadi proses
saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut
timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan,
hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai
penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang
ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial.
Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup
dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup
hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah,
teman atau masyarakat luas secara umum.
Apa yang diserap
atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum
cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk
mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya
yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk
mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Dalam proses
penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan
peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari
pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.
Kedua
penyesuaian di atas adalah dasar agar indvidu dapat menyesuaikan diri dengan
baik tanpa adanya perilaku penyimpangan yang tidak sesuai dengan peraturan dan
norma-norma yang terdapat di suatu lingkungan tersebut.
Pembentukan
Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri
yang baik ialah satu hal yang selalu ingin diraih setiap orang, tapi untuk itu
sangat sulit tercapai apalagi saat dewasa ini yang banyak begitu tuntutan dan
permasalahan baru yang terjadi kecuali bila kehidupan orang itu benar-benar
terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan jiwa yang
bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara
objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya
dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.
Di bawah ini ada
3 lingkungan yang dapat membentuk penyesuaian diri individu diantaranya
lingkungan keluarga, teman sebaya dan sekolah.
a.
Lingkungan Keluarga
Semua konflik
dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan
dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan
kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam
keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti.
Rasa dekat
dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa
seorang individu. Dalam kenyataannya banyak orang tua yang menyadari hal
tersebut namun orang tua terkadang terlalu sibuk dengan urusannya sendiri
dengan berbagai alasan ada yang beralasan mengejar karir, untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi agar keluarganya dapat mapan dan amasa depan anak-anaknya
terjamin. Namun sayangnya hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak
dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila
hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang
(terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap
kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di masa yang akan datang.
Lingkungan
keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, salah
satunya kemampuan untuk penyusuaian diri terhadap lingkungan baik secara
fisiologis maupun psikologis apabila individu di ajarkan dengan baik oleh orang
tuanya maka kelak seorang individu dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan norma-norma
yang berlaku di lingkungannya.
Dalam keluarga
individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi
dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang
lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak,
adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu
mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi
melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai
keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang
menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu
menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan yang mendukung hal
tersebut.
Dalam hasil
interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan
kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan
lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat
berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat,
seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa
ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa
aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya.
b.
Lingkungan Teman Sebaya
Begitu pula
dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan
akan membantu individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan apalagi saat
individu beranjak remaja dan dengan adanya pertemanan yang erat akan membantu
dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu
diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya
berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin
meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui
kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian
diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.
c.
Lingkungan Sekolah
Sekolah mempunyai
tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja,
akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula
dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai
pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam
pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan.
Pendidikan
modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan individu
dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam
pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian
antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut
kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat
bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam
penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam
pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.
2)
PENGERTIAN
PERTUMBUHAN PERSONAL
Manusia
merupakan makhluk individu. Manusia disebut sebagai individu apabila
tingkah lakunya spesifik atau menggambarkan dirinya sendiri dan bukan
bertingkah laku secara umum atau seperti orang lain. Jadi individu adalah
seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas dalam
lingkup sosial tetapi mempunyai kekhasan tersendiri yang spesifik terhadap
dirinya didalam lingkup sosial tersebut. Kepribadian suatu individu tidak
sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi
sedikit dan melalui proses yang panjang.
Setiap individu
pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal tersebut
membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan keluarga adalah faktor
utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian. Hal ini disebabkan
karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih sering bersama
dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang
mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan personal
individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat
atau sosialpun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga
mempengaruhi pertumbuhan individu.
Setiap individu
memiliki naluri yang secara tidak langsung individu dapat memperhatikan hal-hal
yang berada disekitarnya apakah hal itu benar atau tidak, dan ketika
suatu individu berada di dalam masyarakat yang memiliki suatu norma-norma
yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu
pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan
masyarakat yang tidak disiplin yang dalam menerapkan aturan-aturannya maka
lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi
kepribadian yang tidak disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal
suatu individu berada di lingkup keluarga yang cuek maka individu tersebut akan
terbawa menjadi pribadi yang cuek.
Faktor – faktor
yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan individu
1)
Faktor
genetik
·
Faktor
keturunan — masa konsepsi
·
Bersifat
tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan
·
Menentukan
beberapa karakteristik seperti jenis kelamin, ras, rambut, warna mata,
pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan psikologis seperti
temperamen
·
Potensi
genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara
positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.
2)
Faktor
eksternal / lingkungan
·
Mempengaruhi
individu setiap hari mulai konsepsi sampai akhir hayatnya, dan sangat
menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan
·
Faktor
eksternal yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan,
sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya
Dari semua faktor-faktor
di atas dan pengaruh dari lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat
maka akan memberikan pertumbuhan bagi suatu individu. Seiring berjalannya
waktu, maka terbentuklah individu yang sesuai dan dapat menyesuaikan dengan
lingkungan sekitar.
a. Aliran
asosiasi
perubahan
terhadap seseorang secara bertahap karena pengaruh dan pengalaman atau empiri
(kenyataan) luar, melalui panca indera yang menimbulkan sensasiton (perasaan)
maupun pengalaman mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflektion.
b. Psikologi
gestalt
pertumbuhan
adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal
sesuatu secara keseluruhan, baru kemudian mengenal bagian-bagian dari
lingkungan yang ada.
c. Aliran
sosiologi
Pertumbuhan
adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat yang semula asosial
maupun sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan. Pertumbuhan individu
sangat penting untuk dijaga dari sejak lahir agar bisa tumbuh menjadi individu
yang baik dan berguna untuk sesamanya.
Sumber
:
B.
STRESS
Stress suatu
kata yang sering sekali kita dengar bahkan sering kita alami. Dewasa ini orang
banyak yang mengalami stress bahkan anak kecilpun bisa mengatakan sedang
mengalami stress itu semua di akibatkan dengan banyaknya permasalahan yang di
alami orang-orang saat ini. Apakah sebenarnya stress tersebut. Dan memang jika
tak terhindarkan tentu kita harus membekali diri agar dapat menghadapi stress
secara sehat, sehingga apapun tekanan yang terjadi dalam hidup kita, walau menimbulkan
stress, tidak akan mempengaruhi kesehatan jiwa kita secara buruk.
Stress adalah
pengalaman emosi negative dan beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum
rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat yang
disertai oleh perubahan yang dapat diperkirakan dalam hal biokimia, fisiologis,
kognitif, behavorial, yang tujuannya untuk mengubah peristiwa stressful atau
mengakomodasi
Penyebab dari
stress yang disebut dengan istilah stressor bisa merupakan hal yang subyektif
maupun obyektif. Ada peristiwa tertentu menimbulkan stress bagi seseorang namun
bagi orang lain hal tersebut merupakan sesuatu peristiwa yang biasa saja dan
dapat dikendalikan dengan baik. Hal yang membedakan adalah ‘persepsi’.
Bagaimana setiap orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas suatu
peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Namun memang ada beberapa karakteristik
peristiwa tertentu yang rentan menimbulkan stress yaitu :
·
Peristiwa
negative dalam hidup
·
Peristiwa
dimana kita tidak memiliki kendali
·
Peristiwa
dimana kita diperhadapkan pada ketidakpastian akan aturan yang ada (ambigu)
·
Peristiwa
dimana kita menjadi overloaded
·
Peristiwa
dimana hal itu berdampak pada area hidup kita yang penting
Ada dua
pendekatan coping atas stress yang kita hadapi :
- Problem-focused coping :
Yaitu kita
berusaha untuk fokus menghadapi permasalahan yang membuat kita stress dan
melakukan upaya terbaik agar masalah itu terpecahkan. Saat masalah telah
terurai, otomatis stress hilang.
Contoh :
Saat seorang mahasiswa mengalami penurunan pada nilainya, maka ia akan
memfokuskan segala usahanya untuk menaikan nilainya kembali.
2. Emotion-focused coping :
Yaitu dimana
kita deal dengan emosi yang dialami saat stress melanda. Kita melakukan
usaha-usaha yang konstruktif untuk meregulasi emosi yang dialami karena
peristiwa stressful tersebut.
Contoh : Saat
seorang mahasiswa mengalami masalah mengenai penurunan nilainya. Maka ia akan
berusaha untuk mengurangi beban pikirannya, misalnya dengan malakukan hobinya
contohnya dengan bermain futsal.
·
Efek-efek stress menurut Hans Selye
ü
Local
Adaptation Stres.
Tubuh
menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat ini
termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi cahaya, dll. Responnya
berjangka pendek.
ü
Karakteristik
dari LAS :
1.
Respon
yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system.
2.
Respon
bersifat adaptif ,diperlukan stresor untuk menstimulasinya.
3.
Respon
bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
4.
Respon
bersifat restorative.
ü
General
Adaptation Syndrom
Selye (1983)
menyatakan munculnya sindrom adaptasi umum (GAS) melalui beberapa tahap berikut
:
a.
Tahap
peringatan (Alarm Stage)
Tahap reaksi
awal tubuh dalam menghadapi berbagai stressor. Tubuh tidak dapat bertahan pada
tahapan ini dalam jangka waktu lama.
b.
Tahap
Adaptasi atau Eustres (Adaptation Stage)
Tahap dimana
tubuh mulai beradaptasi dengan adanya stres dan berusaha mengatasi serta
membatasi stresor. Ketidakmampuan tubuh beradaptasi mengakibatkan tubuh menjadi
rentan terhadap penyakit.
c.
Tahap
Kelelahan atau distres (Exhaution Stage)
Tahap dimana
adaptasi tidak dapat dipertahankan karena stres yang berulang atau
berkepanjangan sehingga berdampak pada seluruh tubuh
Efek lain
seperti efek fisiologis dari stres pada tubuh meliputi:
- Nyeri dada
- Insomnia atau tidur masalah
- Nyeri kepala Konstan
- Hipertensi
o
Tukak
Stres dikatakan
menjadi sebuah faktor penunjang untuk produksi suatu penyakit tertentu, atau
mungkin menjadi penyebab respon perilaku negatif, seperti merokok, minum
alkohol dan penyalahgunaan narkoba yang semuanya dapat membuat kita rentan
terhadap penyakit. Hal buruk dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh,
sehingga menyebabkan tubuh kita menjadi kurang tahan terhadap sejumlah masalah
kesehatan.
·
Faktor-faktor individual dan sosial yang
menjadi penyebab stress
Sumber Stres
(Stressor)
Sumber stres adalah
semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya
jumlah semua respons fisiologis nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam
sistem biologis. Stress reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan
sementara yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain
yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat,
biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping
(coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres
akut dan keparahannya (Sunaryo, 2002).
Menurut Selye
dalam menggolongkan stres menjadi dua golongan yang didasarkan atas persepsi
individu terhadap stres yang dialaminya (Rice, 1992), yaitu :
a.
Distress(
stres negatif)
Merupakan stres
yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu
keadaan dimana individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir atau gelisah.
Sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan dan
timbul keinginan untuk menghindarinya.
b.
Eustress
(stres positif)
Eustress
bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan, frase joy of
stress untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat positif yang timbul dari
adanya stres. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan,
kognisi dan performansi kehidupan. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi
individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni.
Faktor
individual penyebab stress:
Stress muncul
dalam diri seseorang melalui penilaian dari kekuatan motivasional yang
melawan,bila seseorang mengalami konflik. Konflik inilah yang merupakan sumber
stress yang utama.
Faktor sosial
penyebab stress:
Stress juga
dapat bersumber dari interaksi individu dengan lingkungan sosialnya.
Perselisihan dalam hubungan seperti masalah keuangan, saling acuh tak acuh dan
tujuan yang saling berbeda, dapat menimbulkan tekanan ke dalam diri yang
menyebabkan individu mengalami stress. Pengalaman stress yang umum misalnya,
bersumber dari pekerjaan , khususnya (occupational stress” yang telah diteliti
secara luas
·
Tipe-tipe stress
Bayi, anak-anak
dan dewasa semua dapat mengalami stres. Sumber stres bisa berasal dari
diri sendiri, keluarga, dan komunitas sosial (Alloy, 2004). Menurut Maramis (2009)
dalam bukunya, ada empat sumber atau penyebab stres psikologis, yaitu frustasi,
konflik, tekanan, dan krisis.
Frustasi timbul
akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral melintang, misalnya
apabila ada perawat puskesmas lulusan SPK bercita-cita ingin mengikuti D3 AKPER
program khusus puskesmas, tetapi tidak diizinkan oleh istri/suami, tidak punya
biaya dan sebagainya. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan
kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang
dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).
Konflik timbul
karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macammacam keinginan, kebutuhan
atau tujuan. Ada 3 jenis konflik, yaitu :
a.
Approach-approach
conflict, terjadi apabila individu harus memilih satu diantara dua alternatif
yang sama-sama disukai, misalnya saja seseorang yangsulit menentukan keputusan
diantara dua pilihan karir yang sama-sama diinginkan. Stres muncul akibat
hilangnya kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak diambil. Jenis
konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.
b.
Avoidance-avoidance
conflict, terjadi bila individu dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama
tidak disenangi, misalnya wanita muda yang hamil diluar pernikahan, di satu
sisi ia tidak ingin aborsi tapi disisi lain ia belum mampu secara mental dan
finansial untuk membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit
diputuskan dan memerlukan lebih banyak tenaga dan waktu untuk menyelesaikannya
karena masing-masing alternatif memiliki konsekuensi yang tidak menyenangkan.
c.
Approach-avoidance
conflict, merupakan situasi dimana individu merasa tertarik sekaligus tidak
menyukai atau ingin menghindar dari seseorang atau suatu objek yang sama,
misalnya seseorang yang berniat berhenti merokok, karena khawatir merusak
kesehatannya tetapi ia tidak dapat membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa rokok.
Strategi coping yang spontan
mengatasi stress
Strategi
menghadapi stres antara lain dengan mempersiapkan diri menghadapi stresor
dengan cara melakukan perbaikan diri secara psikis atau mental, fisik dan
sosial. Perbaikan diri secara psikis atau mental yaitu dengan pengenalan diri
lebih lanjut, penetapan tujuan hidup yang lebih jelas, pengaturan waktu yang
baik. Perbaikan diri secara fisik dengan menjaga tubuh tetap sehat yaitu dengan
memenuhi asupan gizi yang baik, olahraga teratur, istirahat yang cukup.
Perbaikan diri secara sosial dengan melibatkan diri dalam suatu kegiatan,
acara, organisasi dan kelompok sosial. Mengelola stres merupakan usaha untuk
mengurangi atau meniadakan dampak negatif stresor
·
Cara saya mengatasi stress
Saya pernah
mengalami stress karena nilai say atidak memenuhi target yang suda saya
tentukan dan saya sangat stress, cara saya mengatasi stress tersebut menerima
semuanya dan berusaha untuk belajar lebih giat untuk mendapatkan nilai yang
saya inginkan.
Sumber
:
Wexley, Kenneth
N. & Gary A. Yukl, Organizational Behavior and Personnel
Psychology,
Richard D. Irwin Inc., 1977
Yusuf,S.
(2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Offset
Smeltzer bare,
2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & studdarth
edisi
8 , EGC, Jakarta.
Lur Rochman,
Kholil.(2010). Kesehatan Mental.Purwokerto: STAIN press.
Christian,M.2005.Jinakkan
Stress “kiat hidup bebas tekanan”.Nexx Media:Bandung
Smet ,Bart.1994.”Psikologi
kesehatan”.Penerbit Grasindo:Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar